Sabtu, 18 Mei 2013

RAHASIA ADAT DAN BUDAYA JAWA


RAHASIA ADAT DAN BUDAYA JAWA

Banyak orang jawa yang tidak njawani kalo bisa dibilang, dalam artian ia sudah terkontaminasi dengan budaya lain sehingga melupakan budaya asal yang ia anut. Budaya jawa mempunyai corak yang begitu kental sehingga seseorang bisa dinilai hanya dengan perilakunya saja.
Santun adalah salah satu aspek budaya yang menjadi ikon, meskipun didalam budaya lain juga ada. Tetapi santun didalam budaya jawa mempunyai arti yang begitu luas sehingga kata santun tidak hanya dipakai dalam berbicara saja tetapi segala perilaku, perbuatan, dari bangun tidur sampai tidur lagi membutuhkan sikap santun.
Misalnya seseorang yang bersikap santun dalam tutur kata, cakupannya tidak hanya pada retorika dalam bicara saja tetapi dari segi suara, tingkat bahasa yang digunakan kemudian sikap tubuh juga menjadi penilaian dalam penerapan sikap santun. Jika salah satu dari ketiga elemen tersebut ditinggalkan maka didalam adat jawa sudah tidak lagi dianggap sebagai orang yang mempunyai sopan santun. Misalnya seseorang memakai bahasa jawa tingkat yang paling halus tetapi suaranya agak dikeraskan maka ia sudah keluar dari tingkat kesantunan. Atau yang lainnya pada peletakan tingkat kata, pada kata “kamu” mempunyai banyak ragam yang penggunaannya berbeda-beda menurut lawan bicara yang dituju. Arti kata “kamu “ dalam bahasa jawa diantaranya kowe, koen, awakmu, sliramu, sampeyan, panjenengan. Dari keenam macam kata “kamu” apabila salah dalam penggunaannya maka akan berakibat fatal dalam hubungan komunikasi. Dan masih banyak lagi ragam bahasa yang tidak ada dalam bahasa arab sekalipun. Dan biasanya orang Indonesia yang masih memegang budaya jawa, meskipun ia memakai bahasa arab, ia akan tetap menerapkan tingkatan bahasanya. Seperti misalnya kata “kamu”, didalam bahasa arab Cuma ada dua macam yaitu apabila satu orang memakai anta atau anti dan jika jamak memakai kata antum atau antun. Karena tidak ada tingkatan bahasa dalam bahasa arab maka biasanya mereka memakai kata jamak kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih dihormati.
Ada banyak kesantunan lain yang tidak terucap dalam perkataan, tetapi adanya hanya dalam sikap. Dalam hal bersalaman, didalam budaya jawa cara bersalaman banyak ragamnya. Ada yang biasa, yaitu merekatkan satu telapak tangan sebelah kanan kita dengan satu telapak tangan sebelah kanan orang lain. Tetapi ada juga yang memakai dua tangan, dan bahkan ada yang sampai dengan mencium punggung tangan orang yang disalami atau juga dengan merekatkan kedua telapak tangan kita kemudian sama-sama diangkat diatas dahi jaraknya agak jauh dengan orang yang diajak bersalaman, ini biasanya adalah cara bersalaman kepada raja di keraton.
Didalam budaya jawa juga ada yang biasanya disebut mitos oleh orang-orang modern, tetapi pada hakeketnya itu adalah budaya yang akan menjaga seseorang agar tidak terkena bencana atau tidak merugikan orang lain. Seperti terdapat larangan anak perempuan yang belum menikah untuk makan didepan pintu, karena jika itu dilakukan ia akan menjadi perawan tua, karena tidak ada orang yang mau menikahinya. Sebenarnya budaya tersebut mengandung pelajaran yang amat penting, jika seseorang makan didepan pintu, yang pertama ia akan menghalangi orang lain untuk masuk atau keluar melalui pintu tersebut, dan disisi lain merupakan suatu adat jawa, akan dianggap tabu apabila ada anak perempuan sering keluar rumah meskipun hanya duduk didepan pintu.
Adalagi yang lainnya misalnya kalo menyapu lantai harus sampai bersih dan apabila tidak bersih maka suaminya nanti brewokan. Budaya Ini mengandung nilai tarbiyah yang amat dalam. Kenapa identik dengan orang brewok karena makna terdalam dari brewok itu sendiri bukan terletak pada bulu yang tumbuh disekitar muka meskipun jarang orang jawa yang brewokan, tetapi lebih kepada sikap pembawaan yang tidak bisa bersih atau mempunyai raut muka atau kelakuan yang buruk.
Dalam segi pakaian, dalam adat jawa ada asesoris pakaian yang bernama blankon. Sejenis penutup kepala yang berbentuk bulat tetapi ada benjolan pada sisi belakangnya. Menurut penafsiran beberapa sejarahwan blankon ini menandakan sikap orang jawa yang begitu baik, jika terlihat didepan meskipun disakiti, ia akan bersikap baik meskipun dibelakangnya tersimpan rasa amarah. Seperti bentuk blankon sendiri yang kelihatan dimuka datar tetapi jika dari belakang seolah ada benjolan.
Diceritakan ada seorang istri yang memegang adat jawa begitu kental. Dan suatu hari si Istri merasa jengkel dengan suaminya sehingga ia ingin memarahi suaminya, tetapi karena bahasa jawa krama halus yang ia gunakan, dengan sangat susah sekali ia marah-marah dengan bahasa tersebut, karena dari asalnya bahasa yang ia gunakan tidak bisa digunakan untuk bicara kasar namun ia paksakan marah dengan memakai bahasa itu, Karena sangking halusnya bahasa jawa tersebut,sehingga perkataan yang ia ucapkan seperti percakapan pada pementasan wayang atau ketoprak, dan bukan lagi seperti orang marah. Begitulah keunikan bahasa jawa yang mungkin tidak banyak orang tahu.